Mengawasi Anak di Tempat Berpotensi Bahaya

Berbicara mengenai mengawasi anak, sampai detik ini saya masih merasakan lemas saban mengingat kejadian di Bandung, Minggu (29/10) kemarin. Kejadian ketika putra bungsu saya terjatuh dari pelataran kolam renang ke kolam yang dalamnya hanya sekitar 60 cm. Tapi karena kaget, dia tak bisa mengendalikan badannya, sehingga nyaris tenggelam di kolam yang setinggi dadanya itu.

Melihat kejadian itu, sontak saya berlari, menceburkan diri ke kolam dan mengangkatnya, tak peduli bahwa kemudian saya masih berpakaian lengkap dan beberapa menit kemudian ditegur satpam apartemen, karena dikira berenang tak mengindahkan aturan.

Ekspresi kekagetan putra saya itu dan bagaimana dia berusaha bangun tapi tak bisa berdiri sehingga wajahnya terus terendam air, membuat saya lemas. Bahkan, sampai sekarang, kalau mengingat detail insiden tersebut.

Saya jadi berpikir, bagaimana kalau saya tak mengawasi dia dan kakaknya hari itu? Adakah yang menolong dia, sedang kakaknya asyik dengan dirinya sendiri.

Poin yang mau saya bagikan kepada pembaca budiman, jangan pernah sekalipun memalingkan wajah Anda dari anak saat berada di kawasan yang berpotensi membahayakan. Jangan pernah lengah ketika Anda mengawasi anak di tempat-tempat seperti itu.

Ini tidak berlaku di kolam renang saja. Di tempat bermain anak juga bisa membahayakan lho. Meski saya membiarkan anak memanjat dan sebagainya (untuk melatih saraf motorik kasar dan halusnya), saya akan terus mengawasi anak saya lekat-lekat.

Jangan biarkan Anda larut dalam keasyikan sendiri. Misalnya keasyikan main gagdet. Atau demi asyik main gagdet, Anda mempercayakan keselamatan anak pada anak Anda yang lain (yang sebagai anak, cenderung lebih memikirkan kesenangan sendiri), atau dipercayakan kepada orang lain.

Ingat, penyesalan akan selalu datang terlambat. Kalau enggak terlambat, namanya tepat waktu. (wkwkw, apa coba).

Kemudian, kalau anak kalian mengalami insiden begitu, jangan buru-buru jauhkan dia dari air atau sibuk menyalah-nyalahkan. Tenangkan dirinya (dan tentu saja diri Anda sendiri), ajaklah dia kembali bermain dengan air, supaya dia tidak trauma.

Awalnya, putra saya agak enggan dan gemetar saat itu. Tapi dengan bujukan dan saya temani (meski badan kami berdua menggigil benar), lambat laun dia bisa tenang dan akhirnya bermain air lagi dengan gembira.

Sebetulnya, seiring badan yang mulai menghangat, saya ingin melanjutkan bermain dengan dia di air. Tapi si satpam keburu datang dan mengira kami tak mematuhi aturan kolam renang, yaitu tidak berenang dengan pakaian lengkap.

Tak apalah. Saya sedang tak ingin berdebat. Lagipula, si bocah sudah tenang dan hepi. Waktunya untuk kembali ke atas, berganti pakaian dan melanjutkan aktivitas plesiran kami di Kota Bandung.

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply