Berkemah Asyik di Rancaupas

Saya kira masih banyak orang yang beranggapan, berkemah itu sangat merepotkan. Tapi tidak dengan saya dan istri. Apalagi kalau camping di Rancaupas. Kenapa begitu?

Kami pasangan yang sangat menikmati aktivitas berkemah. Memang persiapannya banyak. Mendirikan dan membongkar tenda juga butuh usaha. Tapi kami tak pernah merasa repot karenanya.

Sederhana saja sih, dekat dengan alam itu menenangkan. Saat memandang gunung, hutan, pepohonan, langit penuh bintang, suara-suara makhluk hutan, udara sejuk, semuanya nikmat luar biasa dari Tuhan, yang patut disyukuri, bukan?

Hal itulah yang kami ingin tularkan pada anak-anak.

Untuk keperluan camping, kami punya dua tenda dome. Yang pertama dibeli saat baru menikah. Tenda kedua dibeli dengan ukuran lebih besar, seiring dengan bertambahnya anggota keluarga. Tapi tenda pertama masih berguna, terutama untuk menularkan virus berkemah pada kenalan.

Seperti pada saat liburan long weekend, 29 April-1 Mei yang lalu. Kami mengajak pasangan Pak Bambang Agus dan Ibu Koche, teman kami di GSRI Depok, untuk mengisi liburan long weekend dengan berkemah.

Tentang manfaat berkemah, kalian bisa membaca lagi tulisan saya di sini. Kira-kira, semangat itulah yang ingin kami tularkan pada Pak Agus sekeluarga.

“Sejak kemarin, Mikha tak sedikitpun mengeluh atau minta pulang, itu tandanya dia nyaman,” kata Bu Koche, tentang respons sang putra semata wayang, mengenai perkemahan tiga hari dua malam itu.

Berkemah pada saat long weekend memang butuh usaha lebih ketimbang weekend-weekend lain. Ada usaha lebih untuk mencapai tujuan. Kenapa?

Sebab tujuan kami adalah Rancaupas Adventure Camp, Kampung Cai, Bandung Selatan. Rancaupas lokasinya jauh dari Depok. Kalau weekend biasa, kami butuh sekitar 4-5 jam untuk mencapai lokasi itu dengan berangkat pagi-pagi sekali dari rumah.

Pada saat long weekend kemarin, kami perlu 8-9 jam untuk mencapainya. Macet di mana-mana.

Tapi tak apa. Kami menikmati perjalanan yang menyita waktu itu dengan banyak cerita, bercanda, dan sebagainya. Anak-anak pun senang karena mereka punya teman.

Kamu bisa mencapai Rancaupas dari empat arah. Titik pertama dan paling saya suka adalah keluar dari pintu Tol Baros-Cimahi, ambil perjalanan ke arah Leuwigajah kemudian ke arah stadion Jalak Harupat, sampai ketemu jalan lintas Soreang-Ciwidey, lalu mendakilah ke arah Ciwidey-Kawah Putih-Rancaupas.

Titik kedua dari pintu tol Kopo, ke arah Soreang dan Ciwidey. Saya pernah menyusuri jalur ini dulu sekali, tapi ada banyak titik kemacetan.

Titik ketiga, masuk dari Padalarang, ambil jalur ke Batu Jajar, yang melewati markas Kopassus itu. Jalur ini pun sudah pernah saya coba dan nanti akan bertemu stadion Jalak Harupat, lanjut ke jalur Soreang-Ciwidey, lalu mendakilah ke arah Ciwidey-Kawah Putih-Rancaupas. Dari sini juga terbilang nyaman, tak banyak titik kemacetan.

Ada jalur keempat, yang kemarin ingin saya coba untuk pulang. Tapi saya ragu. Jalur ini dari Cianjur ke Cilaku-Cibeber ke Pagelaran, lalu belok ke timur ke arah Sukajaya-Karangjaya-Cipelah.

Kalau melihat peta, jalurnya panjang, penuh kelokan, sempit, dan entah apa lagi. Mungkin kalian yang pernah melintasi jalur ini bisa bercerita di Komentar.

Kenapa saya pilih Rancaupas, padahal jauh? Camping ground seluas sekitar 215 hektare ini sangat landai, aman untuk anak-anak. Sejauh pengalaman saya sih bebas dari lintah atau pacet, apalagi ular. Saya pernah camping di Mandalawangi Cibodas dan Curug Cilember di Puncak, tapi kontur camping ground-nya tak nyaman dan tak aman bagi anak-anak.

Di Rancaupas, MCK tersedia di sejumlah tempat dengan air yang mengalir lancar (hanya dinginnya itu lho, brrr). Selain camping, kamu bisa menikmati kolam renang air hangat, outbond activity, memberi makan rusa, perang paintball, dan sebagainya.

Biayanya, untuk berkemah Rp30.000 per orang untuk 2 malam dan parkir mobil Rp5.000. Sedang untuk berenang di air hangat, Rp15.000 per orang. Untuk memberi makan rusa, Rp10.000 per bungkus wortel.

di areal camping

Kalau tak punya peralatan berkemah, tak usah khawatir. Di sana kamu bisa menyewa semuanya. Dari tenda, sleeping bag, matras, lampu gas atau listrik. Termasuk kayu bakar untuk api unggun, kamu bisa beli dengan duit Rp25.000 seikat besar.

Berkemah dengan keluarga tentu beda dengan berkemah saat sekolah atau mahasiswa. Dulu, keterbatasan peralatan dan logistik masih bisa ditoleransi. Tapi kalau dengan keluarga, sebisa mungkin anak-anak harus bisa merasakan kenyamanan, termasuk soal makan.

Karena itu, selain perlu tenda yang waterproof (belilah tenda dome yang bagus, mahal memang tapi awet), bawalah selimut atau sleeping bag yang memadai untuk mengusir udara dingin menggigit.

Logistik pun sebaik mungkin. Mi instan tentu tak apa. Tapi kami tetap menyediakan nasi putih dan lauk macam telur, sosis, atau daging kalengan. Di Rancaupas ada banyak warung yang buka 24 jam, biasanya saya membeli nasi putih di sana daripada harus repot memasak sendiri.

Penerangan saat malam juga menjadi aspek yang saya perhatikan banget kali ini. Kalau dulu mengandalkan senter yang rechargeable, kali ini saya membawa baterai mobil yang tak terpakai.

Baterai mobil ini saya charge di rumah (kebetulan mertua dulu montir sehingga peralatan bengkelnya lengkap). Paduan baterai dan bohlam LED membuat tenda terang sekali selama dua malam.

Apa saja aktivitas yang bisa dilakukan saat camping? Banyak! Tapi utamanya adalah semua yang bisa menghibur anggota keluarga.

Yang terpenting, kalau buat saya, inilah saatnya leyeh-leyeh, lepas dari rutinitas pekerjaan. Menghimpun kekuatan baru. Penyegaran diri. Dan terutama, menikmati waktu berkualitas dengan keluarga.

Memberi makan rusa di Ranca Upas

Telaga Patenggang

Berkemah kali ini agak berbeda juga dengan sebelumnya. Selain karena kami mengajak teman, kami juga menambah agenda destinasi wisata baru ke dalam daftar kegiatan.

Di Bandung Selatan, khususnya di Ciwidey sekitarnya, sebetulnya ada banyak destinasi wisata menarik. Tapi untuk kali ini kami memilih Telaga Patenggang. Kamu bisa masuk ke areal ini dengan membayar karcis Rp20.500 per orang.

Telaga Patenggang bisa dicapai sekitar 18 menit dari Rancaupas ke arah Barat. Jaraknya sekitar 6,5 km. Ada spot-spot berfoto yang menarik dalam perjalanan, yaitu saat kamu tiba di areal perkebunan teh Rancabali. Keren deh. Kalau mau mampir, kamu juga bisa menjajal pemandian air panas Cimanggu.

Di Patenggang (disebut juga Patengan), selain piknik dengan duduk-duduk di tepi telaga, kamu bisa menyewa perahu untuk berlayar ke seberang, ke Batu Cinta atau ke restoran berbentuk kapal laut.

Konon, air yang mengisi telaga ini berasal dari air mata pasangan Dewi Rengganis dan Ki Santang, yang tak bisa bersatu karena alasan tertentu. Tapi, pada suatu ketika mereka akhirnya bisa bersatu lagi di sebuah batu, yang kini disebut Batu Cinta tadi.

Kalau kamu tertarik menyewa perahu, cobalah untuk tak langsung setuju pada tawaran pertama yang bakal kamu terima. Saat kami tiba, seseorang menawarkan sewa perahu seharga Rp30.000 per orang, atau carter sebesar Rp300.000.

Tapi kami tak terlalu merespons, karena rasanya kok mahal. Berjalan agak menjauh sedikit, datang orang lain yang menawarkan carter satu perahu dayung Rp150.000. Itu yang kemudian kami ambil.

Di telaga ini kami membeli seikat terong belanda yang segar dan buah pepino yang berkhasiat.  Saat matahari di atas kepala, kami pun beranjak meninggalkan kawasan Ciwidey ini. Tapi mampir dulu makan siang di restoran Taman Kelinci Ciwidey. Ini semacam melunasi kangen pada makanan yang lengkap, heheh.

Selain makan siang dengan menu Sunda dan barat, anak-anak bisa bermain dengan kelinci di Taman Kelinci. Kamu cukup membayar Rp15.000 per orang. Setelah makan siang, beristirahat, dan ngobrol-ngobrol, perjalanan pun dilanjut, ke arah Depok.

Kami tiba di Depok sekitar pukul 19.00 WIB. Cukup cepat karena ruas jalan tol Cipularang dan Cikampek terbilang lancar meski ramai. Selebihnya, capek sih, tapi puas.

Batu Cinta

Leave a Reply