Sudah 16 warsa, camar ku, ibu ku..
Kau camar pertama, pelintas batas kaki langit
dan berdiam di awan-awan jingga
Penyintas arti terbang sejati
Kawanannya bercerai berai,
mencari makan di perahu-perahu kini.
Belajar terbang, masihkah kau?
Kawanan melahirkan kawanan
atau menitipkan hidup pada kawanan baru.
Menemukan tempat mereka merajut waktu.
Bukan salah camar pertama
Pendek nian waktu yang kita punya
Belajar setakat, lalu kau pun sirna
Mungkin itu cara terbaik
Untuk melatih sayap menukik
atau mengejar senja
di perjalanan pulang kita
“Terbang bukan untuk makan
Terbang adalah untuk terbang,” katamu.
Meski tertatih penuh luka
Tercoreng moreng oleh dosa
Kadang terhempas ke karang tajam
Terbanting ombak ganas menghujam
Aku, camar dari kawanan
Masih belajar terbang
Sayap terluka, belum patah
Takkan berhenti sebelum mati
— Untuk camarku, ibuku. 7 April 2001 (ketika kau membuat tangisku meledak)