Di-uwongke. Ini kata yang baru kukenal saat banyak bergaul dengan teman-teman dari suku Jawa.
“Di-uwongke” artinya dimanusiakan. Dianggap manusia.
Saya kurang paham filosofi Jawa di balik kata “di-uwongke”. Tapi sikap memanusiakan orang lain cukup bisa dipahami dengan mudah.
Itu adalah sikap yang menerima dan menghargai keberadaan manusia lain yang ada di sekitar kita.
Ketika bisa menerima eksistensinya, selanjutnya adalah menghargai latar belakangnya, sikapnya, buah pikirannya, bahkan juga kritik dan masukannya.
Kita semua bisa terjatuh ke dalam sikap tidak meng-uwongke orang lain.
Seorang suami pada istrinya atau sebaliknya. Orangtua pada anaknya atau sebaliknya. Atasan pada bawahannya, pun sebaliknya. Dan banyak lagi contohnya.
Tuhan Yesus punya resep sederhana untuk menghargai eksistensi orang lain, yaitu dengan mengasihinya. “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri”. (Matius 22:39). Ini adalah satu dari dua hukum yang terutama.
Siapa dari kita yang tidak mengasihi dirinya sendiri? Siapa dari kita yang tidak meng-uwongke dirinya sendiri? Saya yakin tidak ada. Jadi, sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri, begitulah juga kita mengasihi orang lain. Sebagaimana kita meng-uwongke diri sendiri, maka kita pun bisa meng-uwongke orang lain.
Masalahnya, kasih itu bukan kasih kalau hanya di mulut saja. Kasih adalah perwujudnyataan. Kasih adalah perbuatan.
Bagaimana caramu mengasihi? Rasul Paulus menjabarkannya dalam 1 Korintus 13:4-7:
Dengan bersikap sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong, tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi karena kebenaran, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
Terlihat sulit? Iya memang. Saya pun belum tentu bisa sesempurna itu. Tapi sejak semula saya paham bahwa Tuhan tak menginginkan saya berusaha sendiri, melainkan dengan membiarkan Tuhan yang campur tangan dan memberikan kekuatan.
Pingback: Babi dan Orang Gila - Petra Online