Hari ini, Smarfren Telecom secara resmi menghentikan operasi mereka di spektrum 1.900 MHz atau yang kita kenal pula dengan layanan CDMA (Code Division Multiple Access). Dengan 100% setop, maka bisa kita katakan goodbye CDMA dari bumi Indonesia.
CDMA. Saya ingat pertama kali menggunakan ponsel CDMA ini pada 2004, waktu bertugas di Istana Kepresidenan. Waktu itu saya memakai ponsel Nokia dengan operator Telkom Flexi. Ponsel ini adalah perangkat kerja yang disediakan oleh perusahaan tempat saya bekerja waktu itu: Tempo.
Penugasan berikutnya di desk teknologi membuat saya berkesempatan mencicip berbagai teknologi ponsel CDMA lain. Contohnya Esia (Bakrie Telecom). Mereka ini cukup agresif mengadakan peluncuran ponsel dan biasanya memakai perangkat buatan China, macam ZTE atau Huawei.
Saya makin tertarik pada layanan ini ketika para operator berlomba-lomba merilis layanan data berkecepatan tinggi berbasis teknologi Evolution Data Optimized (EVDO).
Dengan saluran data yang dedicated, tak dicampur dengan voice, seperti halnya jaringan 2G dan 3G dari GSM (Global System for Mobile communications), layanan data EVDO (CDMA2000) waktu itu tampil sebagai layanan data yang menjanjikan. Apalagi operator juga berlomba merilis paket data dengan harga yang menarik.
Salah satu ciri CDMA adalah pada nomornya. Kita seperti memakai nomor telepon rumah. Seperti membawa telepon rumah ke mana-mana.
Makanya, itu juga yang bikin CDMA kurang asyik dibandingkan layanan GSM. Ponsel CDMA enggak bisa kamu bawa ke luar kota. Kalau beli CDMA di Jakarta, ya kamu hanya bisa memakai ponsel itu di Jakarta. Kalau hendak pindah kota, kamu harus melakukan penyesuaian dulu.
Seingat saya, operator CDMA yang berjaya pada era itu adalah Telkom Flexi, Esia, Mobile-8, dan StarOne (Indosat).
Tapi perjalanan waktu, sikap pemerintah, dan perkembangan teknologi menjadi penentu nasib layanan CDMA ini.
Keputusan pemerintah untuk menata frekuensi 800 MHz dan mengosongkan frekuensi 1.900 MHz, supaya tidak menginterferensi jaringan di spektrum 2,1 GHz, membuat layanan CDMA lesu darah lalu mati.
Smartfren adalah satu-satunya operator CDMA yang tersisa. Yang lain, berhenti dengan sendirinya.
Dengan penghentian layanan CDMA dari Smartfren, pada hari ini, selesai sudah era CDMA di negeri ini. Sayonara.
Foto ilustrasi: Pixabay/radoslawczarneckio