Hidup Memilih dan Kemacetan Lalu Lintas

Apa hubungannya antara pilihan hidup dan kemacetan lalu lintas?

Saya memahami relasi itu secara sederhana ketika menyusuri kemacetan lalu lintas dari Margonda, Depok, sampai ke kantor di bilangan Warung Buncit, Jakarta Selatan, hari ini (16/9/13).

Perjalanan ke kantor di awal pekan kali ini terasa lebih berat dari biasanya. Lalu lintas hanya menyisakan sedikit ruang bergerak sejak roda sepeda motorku berbelok dari arah Jalan Juanda, Depok.

Sambil meresapi setiap rasa panas yang menyengat dari langit, berisik suara kendaraan bermotor, dan sesekali suara klakson, pikiran saya mengembara.

Perjalanan ini tiada ubahnya perjalanan kehidupan. Dalam setiap titik kehidupan kita, kita akan diperhadapkan pada berbagai macam pilihan.

Seperti yang saya alami pada beberapa titik perjalanan pagi ini. Pilihannya selalu lurus atau berbelok. Lurus berarti saya harus menyusuri kemacetan atau berbelok, berharap lolos dari kemacetan.

Semuanya ada risiko. Lurus sudah pasti saya akan berhadapan dengan risiko kemacetan panjang, tapi saya perhitungkan sampai ke perempatan lampu merah jalan TB Simatupang saja, dengan jarak tak terlalu jauh.

Sedangkan berbelok, memang ada harapan lepas sedikit dari kemacetan tapi dengan risiko perjalanan jadi tambah jauh dan tidak bebas dari kemungkinan terkena macet di ruas jalan Kebagusan.

Pagi itu saya memilih lurus. Pekan-pekan sebelumnya saya memilih untuk berbelok.

Yang saya pelajari dalam setiap perjalanan itu adalah: ketika memilih sebuah pilihan dengan sadar, maka mestinya tak perlu ada penyesalan ketika apa yang kita hadapi tak sesuai dengan harapan. Bersabar saja karena perjalanan itu pasti ada jalan keluarnya, tinggal masalahnya seberapa lama untuk sampai ke tujuan.

Begitupun dalam hidup. Jalan mana pun yang kita pilih dalam meniti kehidupan, selalu menyisakan berbagai kemungkinan di masa depannya. Bisa berhasil, bisa pula dibilang gagal. Tapi yang saya ingin selalu tanamkan di hati, jangan pernah menyesali setiap keputusan.

Menyesal memang manusiawi. Tapi kadangkala penyesalan tak membuat kita mensyukuri nikmat dan penyertaan yang diberikan Tuhan, bahkan dalam keadaan yang kita anggap paling buruk sekalipun. Yang bisa kita lakukan adalah belajar dari pilihan demi pilihan, supaya makin berhikmat.

Pagi tadi, saya harus sampai ke kantor dengan tubuh berkeringat karena kemacetan panjang yang luar biasa. Tapi saya tak menyesal tak berbelok ke arah kebagusan, seperti yang biasa saya lakukan. Hari ini, inilah perjalanan yang saya pilih.

Besok, tentu saya akan berhadapan lagi dengan pilihan demi pilihan di setiap persimpangan. Apa yang akan saya pilih besok? Entahlah, biar situasi besok yang menentukan, untuk apa memusingkan pikiran akan hal-hal besok, bukan?

September 16, 2013 at 4:43pm
https://www.facebook.com/notes/deddy-sinaga/hidup-memilih-dan-kemacetan-lalu-lintas/10151950128773694

Leave a Reply