Hari menjelang magrib
Pak Tua ngantuk..
Istri manis menunggu..
istirahatlah..
Pak tua sudahlah..
Engkau sudah terlihat lelah.. o ya..
Pak tua…
Sekelumit lagu yang pernah ngetop pada era 1900-an itu tiba-tiba menggema saat kabar kematian Soeharto tiba di ponselku. Sulit menggambarkan perasaan yang timbul sesaat setelah kabar itu datang.
Yang jelas, seorang anak manusia sudah berpulang.
Entah dimana jiwanya kini berada,
Di dunia kematian? Atau dibawa ke samping Tuhan
Hanya Tuhan yang tahu
Soeharto? Bagaimana merunut gambarannya dalam hidupku?
Dulu,
Sosok itu pernah memenuhi ruang pikiran kanak-kanakku
baik dan mengagumkan.
Bapak pembangunan, kata buku-buku sekolahku.
Sosok yang sama kemudian memenuhi ruang hati remajaku
Hati yang membara, dalam kemarahan
Tangan terkepal, mulut berteriak lantang
“Turunkan Soeharto!” “Turunkan Soeharto!”
Kemarahan kami berbayar lunas
nyawa meregang
darah tertumpah
Harga untuk sebuah reformasi (tepat sehari setelah ulang tahunku)
Darah yang kemudian terlupakan
Tak pernah jadi pahlawan!
Lalu kematian Soeharto?
Entah bagaimana menggambarkan perasaan ini, ketika kabar itu datang. Aku sedikit bingung.
Tapi, sontak aku tersadar.
Itu cuma sebuah kenyataan tentang perjalanan hidup seseorang
Tak lebih dan kurang.
Seperti kelak aku dan kau.
Seperti saat iring-iringan jenazah berlalu di udara Jakarta
Lalu bersemayam di bumi Astana Giribangun..
Berlalu pulalah kisahnya.
Kisah, seorang manusia bernama Soeharto.
Begitu saja.
Seperti kelak aku dan kau
Sebelum lagu Pak Tua habis dari anganku
Aku berlalu dan melangkah..
Membimbing jemari mungil, sang penerus hidupku
“Masa lalu biar berlalu, nak!” kataku berbisik di telinganya.
Masa bapak itu sudah habis..
Kisahnya sudah tuntas
Biarkan buku sejarah dan kenangan
yang menyimpannya, sampai kemudian punah usang.
“Tapi kaulah masa kini dan masa depanku,” kataku lagi pada gadis kecil itu, Sebelum kaki kami melangkah pergi, bersisian meski sesekali dia tersandung.
Kami pun tertawa.
Camar
soeharto memang fenomenal.. >benar mungkin pepatah anonimous bilang.. “pahlawan dan penjahat kadang tak bisa dibedakan..” >>banyak yang memuja sekaligus banyak juga yang mencaci, para korban politik, korban sejarah, korban represi yang berlebihan..