Bunda telah tiada
Kudengar kabar itu
Bagai badai
di sejuknya pagi
Bunda telah tiada
Bunda, aku teringat
Betapa engkau tak pernah lelah
menapaki perjalanan hidup
Bahan tanpa sempat banyak bertanya
“Mengapa?”
Bunda menyisakan
setangkup senyum
penuh, tak kau sisakan untuk dirimu
buat kami, buat mereka, buat terunamu
Tiap-tiap hari
Itulah puisi terbaik
sajak hidup
yang kau lukiskan
melalui semua bahasa tubuhmu
Semangatmu Bunda
adalah gambaran abadi
tentang kelemahan yang tak menemukan tempat
untuk menghentikan engkau berjalan
Tentang kekuatiran yang tak menemukan saat
Bunda engkau sendiri
Namun menerabas
semua sisi kehidupan
Getir, kadang
Tapi kulihat
tawamu selalu ada
bahkan di saat
engkau tiba di ambang harapan dan impian
Bundaku pergi
meninggalkan tangis tanpa air mata
Ratap kami
tak hendak kau dengar
“Kalian harus terus berbuat baik
terus menjadi pandu, menjadi bakti”
Duh Bunda
Panduku sejati
Tunas kelapa yang tumbuh di gersangnya dunia
Membawa harap, bagai pucuk muda
Kini engkau sudah pergi
Entah apa ada tunas lain di negeri
Seperti kami
yang lambat laun
melarung dalam hidup
sampai tiada
namun seringnya tak berarti
Maaf Bunda
Bundaku pergi
Kami tetap di sini
menjadi waris
semangat janda setia
namun memandang kami semua
sebagai suami dan putra
memandang kehidupan
sebagai saat memberi makna
memandang takdir
sebagai saat memberi pahala
1 Juli 2005
Bundaku pergi
Pahlawanku
Kecintaanku
Kebanggaanku
Semangatku
Selamat jalan
7 Juli 2005
Selamat berpisah Bunda Bunakim
(wafat jumat 1 Juli 2005 pagi)
Pembina Pramuka UI, andalan Kwarnas, dan pelopor KOWAD dan Paskibraka