Hingar Bingar Pesta Anu-Anu
21 hari pesta non stop pun digelar
Genderang ditabuh, memanggil Anu-Anu tertidur
Katamu Tuan-tuan, “Mari kita berpesta kawan… Pesta bercinta”
“Perlihatkan Anumu, Kuperlihatkan Anuku!”
“Rentangkan Anumu, Kurentangkan Anuku!”
“Mana jagoan Anumu, Ini jagoan Anuku!”
Kayuhlah biduk cintamu, jangan lupakan Anumu!”
Raihlah tubuh tuanmu, atau tuan mereka. Jangan lupakan Anunya!”
Jalanan mendadak riuh
Nusaku menjelang pesta bernafsu
Hajat Tuan-tuan dan Anunya
Pesta Demokrasi Tuan dan Anu, mereka menyebutnya.
Herannya,
Anu tuan-tuan yang dulu berkubu,
kini bagai sepasang pecinta
Bercinta tak putus, memeluk dan mengelus
Aduh itu kawulo dulu senyap membaur
Kini mendadak ikut-ikutan mengumbar
Jangan lupa, ini juga saatnya bercinta dengan jargon-jargon
Biasanya manis, semanis permainan lidah
seteduh garbha kewanitaan atau seteguh pallus kelelakian
Kata-katanya pun membisik liar
mengumbar janji. Harapnya jiwamu terbang ke awan-awan.
“Koruptor Anu akan ditraktor!”
“Kemiskinan Anu akan dientaskan!”
“Kesejahteraan Anu akan ditingkatkan!”
“Upah buruh Anu akan ditambah!”
“Anu kami berjanji, Anu kami berjanji!!”
“Karena itu jangan lupa pilih partai Anu, pilih caleg Anu, pilih si Anu, jangan Anu kalian sendiri!”
Sudah kian dekat waktunya
Hajat menunggu tuntas
Lega dari balik perut mendesak
Lega dari kantung pendulum menjerit. Ugh
Tapi tunggu dulu, Tuan! Tahan puncak kenikmatanmu!
Bagaimana bila Anu Tuan yang menang?
Maukah Tuan menepati janji?
Jangan-jangan tuan hanya tengah memuaskan berahi semata?
Setelahnya, tertidurlah tuan kembali. Juga Anu Tuan itu.
Tinggal kami, memandang Anu tuanku,
yang lemah dan usai orgasme. Lalu
menunggu orgasme lima tahun lagi
Atau biarkan kami yang kini orgasme, sebelum membunuh tuan?
kantorku, 15/03/2004. 10.17 WIB 7312