Enam Nyawa

Hari ini, ada enam nyawa lagi yang meregang..

Tadi malam mereka tertidur nyenyak

Mungkin mimpi mereka indah

siapa tahu?

Atau mungkin saja mereka berharap hari ini

Ada sesuatu yang diharapkan indah

dan terus membuat mereka tertawa.

Tadi malam ada cerita..

“Akan kusapa si Monik, teman sekelasku. Hari ini aku sudah membuatnya marah..” tutur Immanuel (7 tahun) dalam hati, di tangannya tergenggam mainan baru, robot-robotan. Murid kelas 1 SD Negeri 03 Lebak Bulus itu baru saja mencoba menanam benih persahabatan di sekolah barunya..

“Kalau aku ingin membeli sebuah kado Natal untuk mama. Mama kan mau pulang dari Amerika bersama papa dan dua adik,” ujar Andhika, si sulung yang sedang duduk di kelas 6 sekolah yang sama.

“Baiklah-baiklah… sekarang kalian tidur, besok pagi nenek akan membuatkan sarapan yang sedap,” kata Evie Kawet, sang nenek.

Sejurus ada ketukan halus di pintu. Rupanya ada dua gadis manis yang tiba-tiba mengetuk pintu malam itu. “Tante, mama ada?”

“Ada, masuk saja. Kalian menginap kan?”

Kedua gadis berkulit putih itu mengangguk. Seperti biasa, mereka menginap menemani ibunya, Wies (48 tahun) teman sekampung si nenek. “Dan seperti biasa, tolong kalian antar Imanuel dan Andhika besok ya,” pinta si nenek. Lagi keduanya mengangguk.

Dan malam itu pun berlalu, seiring mimpi mereka masing-masing.

Tapi Tuhan berkehendak lain. Saat malam belum beranjak pagi benar. Si Jago Merah pun melahap mereka satu per satu. Hanya menyisakan si kecil, Tabitha, yang sempat diselamatkan tetangganya. Dan malam yang tadinya bersaput harap, menjadi malam jahanam.

Tadi siang aku ada di bekas kematian yang masih membayang itu. Tak ada lagi bau sangit daging terbakar. Tapi sayup teriak mereka masih terdengar dihantarkan angin yang bertiup. Mungkin yang tampak cuma puing. Tapi di sana ada harap yang tertinggal.

Duh Tuhan.. Andainya bisa, akan kubawa selalu harap ini. Tidak tertinggal lalu terbuang, saat aku menjemput mautMu.

Kantorku, 7312. 18.30

Leave a Reply